Ketapang (Portal Kalbar) – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ketapang, Alexander Wilyo, yang juga merupakan Patih Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik bergelar Raden Cendaga Pintu Bumi Jaga Banua menghadiri Ritual Adat Pencabutan dan Pendirian Kembali Pontik atau Tugu Perdamaian Kerajaan Hulu Aik di Dusun Selakauan, Desa Mekar Jaya Kecamatan Air Upas, Kabupaten Ketapang, Jumat (28/4/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Sekda mengaku sangat mengapresiasi panitia yang sudah bekerja keras mempersiapkan acara dengan segala keterbatasan sehingga dapat berjalan lancar.
“Terimakasih kepada seluruh panitia dan pihak yang turut mensukseskan kegiatan ini. Tentu kegiatan bagian dari cara kita untuk terus menjaga adat istiadat budaya yang ada,” katanya.
Sekda melanjutkan, jika melihat bukti-bukti sejarah kalau kerajaan hulu arai dekat dengan kerajaan tanjungpura kuno, dimana menurutnya di sengkuang ada batu lingga bertuliskan huruf palawa kuno yang sudah berlumut dengan perkiraan usia ribuan tahun yang artinya sudah ada sejak dulu hubungan dengan majapahit serta jika mengingat cerita tentang Raja Siak Bahulun merupakan Raja Dayak dahulu yang memiliki anak bungsu yang orang dayak sering menyebutnya Dayang Putong atau nama lain dari Putri Junjung Buih, Prabu Jaya yang semuanya merupakan asal mula kerajaan tanjungpura kuno.
“Oleh karena itu jangan malu, jangan minder jadi orang dayak karena leluhur dan orang-orang tua kita adalah orang hebat, dan zaman sekarang kita bisa menjadi orang-orang hebat,” ujarnya.
Sekda menambahkan, untuk mencapai tujuan itu, maka cara pertama kita harus berdaulat secara budaya supaya kita memiliki jati diri dan harga diri dengan menjunjung adat jalan jamban Titi kerosek Mulo Tumbuh Tanah Mulo Menjadi, kemudian berdaulat secara ekonomi yaitu dengan adanya kelapa sawit dan pertambangan di tanah harus bisa dikelola dengan baik serta berdaulat secara politik dengan bisa menjadi pemimpin di tanah atau daerah kita sendiri dengan tiga cara itu kita bisa terus maju dan berkembang ke depannya.
“Tugu atau pontik ini agar dirawat sebaik-baiknya, jangan dirusak, jangan dikotori, supaya tidak menjadi bala atau malapetaka karena ini adalah tempat yang kita sakralkan, bukan artinya kita menyembah kayu ,Tidak . Tetapi Kita meyakini disini menjadi konsentrasi hubungan kita dengan leluhur dan hubungan kita dengan Duata Perimbang Alam Bumi Tanah Arai jadi itu maknanya bagi Suku Dayak,” tuturnya.
Acara dirangkai dengan penandatanganan dan penyerahan Naskah Perjanjian Hibah Daerah yang di terima oleh beberapa pengurus rumah ibadah yaitu Gereja Katolik Santo Yosep Karangan Paroki Kanak-kanak Yesus Desa Runjai Jaya Kecamatan Marau,GPSDI Jemaat Tabernakel Pantai Ketikal Desa Pantai Ketikal Kecamatan Singkup, Gereja Misi Injil Indonesia (GMII) Jemaat Makedonia Kecamatan Air Upas,GMII Jemaat Maranatha SP8 Gahang Desa Gahang Kecamatan Air Upas.
Kegiatan tersebut juga dihadiri Petrus Singa Bansa Raja Hulu Aik ke 51, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, BPKAD,Kadis Tanakbun,Kadis Perhubungan,Dinas PMPD,Dinas Pariwisata dan budaya , Bagian Kesra, Satpol PP, DAD Provinsi Kalimantan Barat,DAD Kabupaten Ketapang,Para Kades Sekecamtan Air Upas,Camat Air Upas ,FORKOPIMCAM Kecamatan Air Upas,Para Domong Adat ,Tokoh Adat ,Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Ormas-ormas dan para tamu undangan.